Rabu, 01 April 2009

Syariah, Setengah Syariah dan Tidak Syariah

Syariah, Setengah Syariah dan Tidak Syariah
(Artikel berikut adalah kiriman dari sahabat M.Faisal Muchtar - alumni Al-Azhar University-Cairo selaku praktisi perbankan syariah)
Suatu hari di Islamic Center of New York beberapa tahun silam, terjadi pertengkaran sengit antar kelompok mahasiswa Islam non Iran tentang bagaimana bersikap terhadap mahasiswa-mahasiswa Iran yang beraliran syi’ah. Apakah mahasiswa Iran dapat melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jum’at di masjid non-Syi’ah?
Jawaban yang sangat lugas dari salah seorang mahasiswa saat itu adalah “Mari kita tunda pembahasan ini 500 tahun lagi saat Islam tidak lagi terancam oleh musuh-musuhnya, saat Islam sudah menjadi agama dunia, baru kita sempurnakan apa yang ada. Jangan memperbesar perbedaan-perbedaan diantara kita pada saat kita sendiri masih merupakan sebuah kelompok kecil lemah, yang belum terasa pengaruhnya bagi masyarakat, sambil mengutip ucapan ulama “maa laa yudraku kulluh laa yutraku kulluh” (Jika kita tidak dapat menggapai seluruhnya, maka jangan pula kita tinggalkan sama sekali).”
Dalam praktek sehari-hari seseorang yang tidak mampu melaksakan shalat sunnah dhuha delapan rakaat, sangat dianjurkan untuk melaksankannya meskipun hanya dua rakaat, bukan malah meninggalkannya. Bukankah seseorang yang baru masuk Islam (muallaf) diwajibkan membaca bacaan tasbih yang mampu ia ucapkan sewaktu melaksanakan shalat, dikala belum mampu membaca al-fatihah dan bacaan-bacaan rukun lainnya? Disini ada tadarruj (langkah-langkah progressif) dalam melaksanakan suatu kewajiban, perlahan-lahan hingga sempurna.
Adalah kewajiban kita bersama untuk berdakwah dan berjihad menegakkan syariah Islam dalam bidang ekonomi. Mari kita tinggalkan perbedaan-perbedaan yang akan mengaburkan kebenaran yang hakiki. Perdebatan seputar separoh syariah, tidak syariah atau full syariah bukan saatnya kita bicarakan, karena masih ada tugas-tugas besar yang telah lama menanti jalan keluarnya, menyelamatkan ummat dari jeratan riba yang berkepanjangan dan membuka pintu taubat selebar-lebarnya bagi mereka. Sambil melakukan muhasabah, intospeksi diri sebelum diintrospeksi (”haasibuu anfusakum qabla an tuhaasabuu”) mari kita berbenah, saling menasehati, memberi masukan-masukan kontruktif agar terjadi percepatan-percepat an ekonomi syariah disegenap aspek kehidupan beragama dan bernegara.
Perlu kita sadari dengan baik bahwa masih terlalu besar tantangan kedepan dan terlalu besar misi yg harus diwujudkan, mari kita tunda masalah separoh syariah, 50 tahun lagi, atau sampai 50% Perbankan Indonesia sudah berjalan dengan sistem keuangan Islam. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar