Minggu, 05 April 2009

Tantangan Advokasi Perbankan Syariah di Indonesia
Oleh : Merza Gamal

11-Jul-2008, 12:11:05 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Faktor utama yang dianggap sebagai opportunity akan berkembangnya bank syariah di Indonesia adalah umat Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia.

Namun, sejak diakomodasikannya perbankan syariah melalui UU Perbankan No. 10 tahun 1998 hingga akhir Juni 2008 pangsa perbankan syariah masih di bawah 2% dari total asset perbankan nasional.

Meskipun hal tersebut merupakan sebuah prestasi besar yang dapat dicapai oleh perbankan syariah dalam kurun 9 tahun dapat mendongkrak pangsa dari hanya 0,11 di akhir tahun 1999 menjadi hampir 2% di pertengahan 2008.

Bank Indonesia melalui program akselerasi pertumbuhan perbankan syariah, menargetkan pada akhir 2008 pangsa perbankan syariah akan mencapai 5,25%. Untuk mendukung program tersebut, UU SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional) atau yang dikenal dengan SUKUK telah lahir pada tanggal 7 Mei 2008 yang lalu dan telah diundangkan menjadi UU No. 19/2008.

Demikian pula, UU Perbankan Syariah telah disahkan oleh DPR pada tanggal 17 Juni 2008 yang lalu, dan saat ini sedang dalam proses perundangan di Departemen Hukum dan HAM.

Di samping itu diharapkan pula berbagai regulasi yang akan mendukung keberadaan perbankan syariah akan segera digulirkan.

Namun demikian, menjadi sebuah pertanyaan apakah semua itu dapat menjadikan umat Muslim yang notabene mayoritas di Indonesia serta merta tetap akan menjadi sebagai faktor opportunity utama dalam pengembangan bank syariah ke depan.

Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa pada akhir tahun 2003, bahwa bunga bank haram. Namun hal tersebut tidak membuat sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia bergeming menjadi nasabah bank Syariah.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap lebih 1.000 masyarakat yang belum menjadi nasabah bank syariah dan tersebar di wilayah Jabodetabek dan 8 provinsi di Indonesia (tersebar dari Sumatera Utara hingga Sulawesi Selatan), ternyata 88% dari mereka telah mengetahui keberadaan bank syariah di daerahnya masing-masing.

Mereka belum menggunakan dan memanfaatkan transaksi perbankan di bank syariah dengan alasan utama adalah belum memahami konsep perbankan syariah sebanyak 71%.

Sedangkan yang menyatakan tidak berminat terhadap label syariah hanya 5,5% saja, dan yang menyatakan bahwa bank syariah khusus diperuntukan bagi umat Muslim hanya 2,4%.

Sementara itu yang under estimate terhadap bank syariah dengan menyatakan bahwa produk/jasa bank syariah tidak sebanding dengan bank konvensional hanya 4,5%.

Sesuai dengan penelitian tersebut dapat kita ketahui bersama, bahwa masih banyaknya masyarakat yang belum berpaling ke perbankan syariah lebih disebabkan faktor tidak pahamnya mereka terhadap konsep perbankan syariah.

Dengan demikian aspek advokasi sangat dibutuhkan bagi pengembangan perbankan syariah agar masyarakat yang sebenarnya sudah mengetahui keberadaan bank syariah dapat memahami konsep yang digunakan oleh bank syariah dalam setiap produk/jasa dan setiap aktivitas bisnis perbankan.

Pandangan bahwa masyarakat belum paham terhadap konsep perbankan syariah tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang belum menjadi nasabah sebuah bank syariah.

Dalam penelitian lain yang penulis lakukan dengan rentang waktu yang sama dengan penelitian di atas, terhadap lebih dari 2.000 nasabah sebuah bank syariah yang tersebar di berbagai outlet dalam wilayah Jabodetabek dan 8 provinsi, kondisi tersebut ternyata juga dirasakan oleh responden yang telah menjadi nasabah bank syariah.

Menurut 58% nasabah bank syariah yang diteliti, alasan masyarakat belum memanfaatkan bank syariah karena belum pahamnya mereka terhadap konsep perbankan syariah.

Untuk itu advokasi kepada masyarakat tentang konsep bank syariah merupakan sebuah hal sangat relevan dalam akselerasi pengembangan bank syariah ke depan.

Advokasi bukan hanya sekedar sosialisasi pengenalan bank syariah. Sebagaimana yang terungkap dalam penelitian yang penulis lakukan, mayoritas masyarakat sudah mengetahui keberadaan bank syariah, namun mereka belum paham apa bedanya dengan bank konvensional.

Dengan demikian, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa kurangnya promosi perbankan syariah di media masa mengakibatkan kurangnya pengetahuan masayarakat tentang keberadaan bank Syariah rasanya menjadi kurang tepat.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga marketing internasional di Indonesia pada tahun 2007, bahwa belanja iklan bank syariah hanya 2% dari total belanja iklan perbankan nasional.

Menurut pendapat penulis jumlah tersebut sudah cukup besar mengingat pangsa pasar perbankan syariah yang masih di bawah 2% dari perbankan nasional.

Belanja iklan tentu saja dikaitkan dengan asset dan omset yang dimiliki oleh sebuah industri. Adalah sesuatu yang tidak masuk akal jika belanja iklan jauh di atas kapasitas sebuah industri.

Iklan berfungsi untuk memberitahu atau menyadarkan seseorang atau sebuah komunitas atas keberadaan suatu produk/jasa atau sebuah merk.

Saat ini, masyarakat dibombardir oleh ribuan pesan-pesan para pengiklan, sehinga tidak semua pesan iklan yang dipasang dapat menembus dan memuluskan jalan bagi sebuah produk/jasa ataupun dikenal oleh seorang pelanggan.

Biaya iklan di media masa yang sangat mahal, apalagi jika dipasang pada jaringan TV nasional belum tentu akan mendapat hasil yang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Oleh karena itu untuk mensosialisasikan konsep perbankan syariah tidak cukup hanya dengan memasang iklan-iklan di media masa.

Hal yang dibutuhkan adalah advokasi-advokasi yang diberikan secara bersama oleh para stakeholder yang terlibat dalam perbankan syariah, mulai dari regulator, pelaku pasar, serta lembaga-lembaga pendukung seperti lembaga pendidikan, lembaga-lembaga pemerintahan, majelis ulama, dan lembaga-lembaga swasta lainnya.

Melalui advokasi yang benar dan terencana serta berkesinambungan diharapkan pemahaman masyarakat terhadap konsep bank syariah dapat meningkat. Hal ini diharapkan pula akan berdampak terhadap akselerasi perbankan syariah sebagai solusi masyarakat dalam bertransaksi perbankan dengan nilai-nilai syariah.

Penulis: Merza Gamal, Pengkaji Sosial Ekonomi Islami




Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar